Studi Alam Terbuka (STAR)


Study Alam Terbuka akan diadakan pada 24 - 25 Desember di Bumi Sedau. Pendaftaran dimulai tanggal 8 - 18 Desember 2010. Adapun Syarat pendaftarannya sebagai berikut : 
- Menyerahkan biaya sebesar Rp. 40.000
- Mengisi formulir pendaftaran 
- Mengembalikan surat izin


Pendaftaran dapat dilakukan pada masing - masing prodi pada perwakilan prodi yang telah ditentukan






READ MORE - Studi Alam Terbuka (STAR)

Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1432

READ MORE - Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1432

Olimpiade Jasadiyah

READ MORE - Olimpiade Jasadiyah

IBRAHIM DAN ISMAIL MENINGGIKAN BAITULLAH

Firman Allah, "Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Ismail meninggikan fondasi Baitullah, sedang dia berkata, `Ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'" Dahulu, ketika keduanya meninggikan fondasi, keduanya berdoa kepada Allah agar kiranya Dia menerima amalnya, sedang hatinya bergetar karena khawatir tidak akan diterima, sebagaimana Allah menuturkan keadaan kaum mukmin yang ikhlas dalam firman-Nya, "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati bergetar" karena khawatir amalnya tidak diterima.

Diriwayatkan dari al-Bukhari rahimanullah dalam kitab Shahih-nya, dari Ibnu Abbas r.a., dia berkata, "Wanita pertama yang membuat ikat pinggang ialah ibunya Ismail. Dia membuatnya untuk (mengikat pakaian agar terjuntai ke tanah) agar menutupi jejak kakinya sehingga tak diketahui oleh Sarah. Kemudian Ibrahim membawa istri dan anaknya Ismail yang masih disusuinya. Ibrahim menempatkan istrinya dekat Baitullah di sisi pohon Dauhah, pada bagian atas sumur Zamzam dan Masjidil Haram menurut perkiraan sekarang.

Pada saat itu di Mekkah belum ada segelintir manusia pun dan tiada air. Ibrahim menempatkan keduanya di sana berikut sebuah tempat makanan berisi kurma dan tempat yang berisi air. Kemudian Ibrahim pun berlalu. Maka ibu Ismail mengikutinya sambil berkata, `Hai Ibrahim, hendak kemana? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman atau apa pun.' Ibu Ismail memberondongnya dengan pertanyaan itu beberapa kali. Namun, Ibrahim tidak meliriknya. Ibu Ismail bertanya, `Apakah Allah telah menyuruhmu berbuat demikian?' Ibrahim menjawab, `Benar.' Ibu Ismail berkata, `Jika demikian, maka Dia tidak akan menelantarkan kami.' Kemudian, Ibu Ismail pun kembali ke tempat semula. Ibrahim melanjutkan langkahnya hingga sampai di Tsaniah di tempat istri dan anaknya tidak lagi dapat melihatnya.

Dia menghadapkan wajahnya ke Baitullah seraya mengangkat kedua tangannya sambil berdoa demikian, `Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak memiliki pepohonan, yaitu di sisi Rumah-Mu yang suci….mudah-mudahan mereka berterima kasih.' Kemudian ibu Ismail menyusui anaknya dan dia minum dari tempat persediaan air. Setelah air itu tandas, maka dia kehausan, demikian pula anaknya. Dia memperhatikan anaknya yang berguling-guling kehausan. Dia melengos karena tidak tega melihat anknya demikian. Maka dilihatnya bukit Shafa sebagai tempat yang paling dekat darinya. Dia berdiri di puncaknya sambil megarahkan pandangannya ke lembah dengan harapan melihat seseorang. Namun, dia tidak melihat seorangpun. Kemudian, dia turun dari Shafa. Ketika dia tiba di lembah, dia menyingsingkan kainnya lalu berjalan seperti orang tergesa-gesa hingga melintasi lembah tersebut. Kemudian dia menuju Marwah, lalu berdiri dipuncaknya dengan harapan dapat melihat seseorang. Tetapi dia tidak melihat seorang pun. Dia melakukan perbuatan demikian sebanyak tujuh kali."Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Oleh karena itulah maka manusia bersa'i antara keduanya.""Ketika dia hampir tiba di Marwah, dia mendengar sebuah suara. Dia berkata, `Diam!' Maksudnya menenteramkan diri sendiri. Lalu dia mendengar lagi suara. Dia berkata, `Engkau telah memperdengarkan suara. Apakah kamu dapat menolong?' Tiba-tiba dia melihat malaikat dekat tempat bakal sumur Zamzam. Malaikat menggali tanah dengan tumitnya atau dengan sayapnya sehingga muncullah air. Maka Dia mulai membendung air dengan tangannya begini….Dia menciduk air ke tempatnya, kemudian air pun terus menyembur setelah diciduk"Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi saw. bersabda. "Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Ibu Ismail. Jika dia membiarkan Zamzam, atau jika dia tidak menciduk airnya, niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir.

"Ibu Abbas berkata, `Kemudian dia minum lalu menyusui anaknya. Malaikat berkata kepadanya, `Kamu jangan khawatir akan disia-siakan karena di sana ada Baitullah yang akan dibangun kembali oleh anak ini dan bapaknya. Dan bahwa Allah tidak akan menelantarkan penduduknya.' Keadaan Baitullah itu lebih tinggi dari permukaan tanah. Ia seperti tonjolan tanah yang diterpa banjir sehingga mengikis bagian kiri dan kanannya. Kondisi Ibu Ismail terus berlanjut demikian sampai sekelompok Bani Jurhum atau sekelompok pengunjung Baitullah dari kalangan Bani Jurhum lewat di sana dari suatu jalan. Mereka turun ke lembah Mekkah dan melihat ada burung berputar di angkasa. Mereka berkata, `Burung itu pasti mengitari air. Kita yakin bahwa di lembah ini ada tempat air.'"

"Kemudian dia megirim satu atau dua orang utusan. Ternyata mereka menemukan air. Mereka kembali memberitahukan ihwal air. Maka mereka mendekatinya."

Ibnu Abbas berkata, "Saat itu Ibu Ismail berada di sekitar air. Mereka berkata kepadanya, `Apakah engkau megizinkan kami untuk tinggal di dekat airmu?' Dia menjawab, `Boleh saja. Namun kalian tidak berhak atas air ini.' Mereka menjawab, `Baiklah.'

"Ibnu Abbas berkata, "Nabi bersabda, `Maka Ibu Ismail menerima mereka dengan baik karena dia ingin punya teman.' Mereka pun menetap dan mengirimkan utusan kepada warganya untuk tinggal bersama mereka di sana sehingga berdirilah beberapa rumah di sana. Sang bayi pun tumbuh menjadi pemuda. Dia belajar bahasa Arab dari mereka. Dia disayang dan disanjung oleh mereka. Setelah dia balig, mereka mengawinkannya dengan salah seorang perempuan dari suku mereka. Ibu Ismail pun meninggal. Setelah Ismail menikah, datanglah Ibrahim guna menengok keturunan yang dulu ditinggalkannya. Namun, dia tidak mendapatkan Ismail. Ibrahim bertanya kepada istri Ismail. Istrinya menjawab, `Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.' Kemudian Ibrahim menanyakan ihwal penghidupan dan kesejahterannya. Istri Ibrahim menjawab, `Kami dalam kondisi yang buruk dan hidup dalam kesempitan dan kemiskinan.' Sang istri mengadu kepada Ibrahim. Ibrahim berkata, `Apabila suamimu datang, sampaikan salam saya kepadanya dan sampaikan pesan bahwa dia harus mengubah ambang pintunya.' Setelah Ismail datang, maka seolah-olah dia lupa akan sesuatu, kemudain bertanya, `Apakah tadi ada orang yang datang?' Si istri menjawab, `Ya, tadi ada orang tua begini….begini….datang. Dia bertanya kepadaku ihwal engkau, maka aku menceritakannya dan dia pun bertanya ihwal kehidupan kita, dan aku pun menceritakannya bahwa kita hidup dalam kepayahan dan kesusahan.' Ismail bertanya, `Apakah dia berpesan sesuatu kepadamu?' Istrinya menjawab, `Benar. Dia menyuruhku menyampaikan salamnya kepadamu dan menyuruhmu mengubah ambang pintu rumahmu.'Ismail berkata, `Dia adalah bapakku. Dia menyuruhku menceraikanmu. Maka kembalilah kamu kepada keluargamu.' Ismail menceraikannya, kemudian mengawini wanita lain dari Bani Jurhum."

"Ibrahim meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Kemudian dia menjumpainya, namun tidak mendapatkan Ismail. Dia masuk ke rumah istrinya dan menanyakan ihwal dia. Si istri berkata, `Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.' Ibrahim bertanya, `Bagaiman keadaan penghidupan dan kondisi kalian?' Si istri menjawab, `Kami baik-baik saja dan berkecukupan.' Si istri memuji kepada Allah Ta'ala. Ibrahim bertanya, `Apa yang kalian makan?' Si istri menjawab, `Daging' Ibrahim bertanya, `Apa yang kalian minum?' Si istri menjawab, `Air.' Ibrahim berkata, `Ya Allah, berkatilah mereka pada daging dan air.'"

Nabi saw. bersabda, "pada saat itu, mereka belum memiliki makanan pokok berupa biji-bijian. Seandainya mereka punya, niscaya Ibrahim akan mendoakannya supaya biji-bijian itu diberkati."

Nabi bersabda, "Daging dan air memang ada pada selain penduduk Mekkah, namun tidak cocok menjadi makanan pokok. Ibrahim berkata, `Apabila suamimu datang, sampaikanlah salamku kepadanya dan suruhlah dia menetapkan ambang pintu rumahnya.' Ketika Ismail datang, dia bertanya, `Apakah ada orang yang datang?' Si istri menjawab, `Ada seorang tua yang baik penampilannya (si istri memuji Ibrahim) dan dia menanyakan ihwalmu kepadaku, lalu aku pun menceritakannya. Dia bertanya kepadaku ihwal penghidupan kita , maka akupun menyampaikannya bahwa kehidupan kami baik-baik saja.' Ismail bertanya, ` Adakah dia pesan sesuatu kepadamu?' Si istri menjawab, `Dia menyampaikan salam kepadamu dan menyuruhmu untuk mengokohkan ambang pintu rumahmu.' Ismail berkata, `Dia adalah ayahku dan engkau merupakan ambang pintu itu. Dia menyuruhku untuk tetap mengawinimu.'"

"Kemudain Ibrahim meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Seelah itu, dia datang lagi, sementara Ismail tengah meraut anak panah di bawah pohon Dauhah dekat sumur Zamzam. Ketika Ismail melihatnya, dia bangkit dan terjadilah adegan yang maklum terjadi antara anak dan ayahnya dan ayah dengan anaknya. Ibrahim berkata, `Hai Ismail, sesungguhnya Allah memberiku sebuah perintah.' Ismail berkata, `Lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Tuhanmu.' Ibrahim berkata, `Apakah kamu akan membantuku?' Ismail menjawab, `Aku akan membantumu.' Ibrahim berkata, `Sesungguhnya Allah menyuruhku membuat suatu rumah di sana.' Ibrahim menunjuk ke tumpukan tanah yang lebih tinggi dari sekelilingnya."

Ibnu Abbas berkata, "Pada saat itu keduanya meninggikan fondasi Baitullah. Ismail mulai mengangkut batu, sementara Ibrahim memasangnya. Setelah bangunan tinggi, Ismail datang membawa batu ini (yakni batu yang dipijak Ibrahim pada saat pembangunan Ka'bah sudah tinggi. Batu inilah yang disebut Maqam Ibrahim) untuk dijadikan pijakan oleh Ibrahim. Sementara Ibrahim memasang batu dan Ismail menyodorkannya, keduanya berdoa, `Ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi maha Mengetahui.'

"Ibnu Abbas berkata, "maka keduanya terus menuntaskan pembangunan sekeliling Ka'bah sambil berkata, "ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Melihat.'"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "
Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud".Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.

Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) fondasi-fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah, 125-128)
READ MORE - IBRAHIM DAN ISMAIL MENINGGIKAN BAITULLAH

Kegiatan Idul Adha

Asslammualaikum.wr.wb

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. (QS. Al-Kautsar 2)
Yuuk..., teman-teman MIPA hadir pada acara penyembelihan hewan qurban dihalaman kampus FMIPA Untan jam 08.00 - selesai
Dan dilanjutkan acara Halal Bi Halal jam 15.30 diruang Aula 1.
Jangan sampai gak datang.., ajak teman-teman yang lain.
:::....Qurban Untuk Semua.....:::

Waslm.wr.wb


Assslammualaikum.Wr.Wb.
Keluarga Besar FIKRI (Forum Ilmiah Keluarga Islam)
Mengucapkan..
Selamat Hari Raya Idul Adha 1431 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Semoga Perjuangan dan Pengorbanan Selama Hidup Kita ini mendapatkan Rahmat serta Ridho Allah SWT..
Amin Ya robbal'alamin

READ MORE - Kegiatan Idul Adha

Kisah Nabi Saleh A.S

Tsamud adalah nama suatu suku yang oleh sementara ahli sejarah dimasukkan bahagian dari bangsa Arab dan ada pula yang menggolongkan mereka ke dalam bangsa Yahudi. Mereka bertempat tinggal di suatu dataran bernama ” Alhijir ” terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk jajahan dan dikuasai suku Aad yang telah habis binasa disapu angin taufan yang di kirim oleh Allah sebagai pembalasan atas pembangkangan dan pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud A.S.

Kemakmuran dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan dinikmati oleh kaum Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud.Tanah-tanah yang subur yang memberikan hasil berlimpah ruah, binatang-binatang perahan dan lemak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yag indah-indah, bangunan rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang datar dan dipahatnya dari gunung.Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram ,sejahtera dan bahgia, merasa aman dari segala gangguan alamiah dan bahawa kemewahan hidup mereka akan kekal bagi mereka dan anak keturunan mereka.
Kaum Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan Mereka adalah berhala-berhala yang mereka sembah dan puja, kepadanya mrk berqurban, tempat mrk minta perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan.Mrk tidak dpt melihat atau memikirkan lebih jauh dan apa yang dpt mrk jangkau dengan pancaindera.
Nabi Saleh Berdakwah Kepada Kaum Tsamud
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hamba_Nya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya nabi pesuruh disisi-Nya untuk memberi penerangan dan memimpin mrk keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Demikian pula Allah tidak akan menurunkan azab dan seksaan kepada suatu umat sebelum mrk diperingatkan dan diberi petunjukkan oleh-Nya dengan perantara seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Sunnatullah ini berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mrk telah diutuskan Nabi Saleh seorang yang telah dipilih-Nya dari suku mrk sendiri, dari keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal tangkas, cerdik pandai, rendah hati dan ramah-tamah dalam pergaulan.
Dikenalkan mrk oleh Nabi Saleh kepada Tuhan yang sepatut mrk sembah, Tuhan Allah Yang Maha Esa, yang telah mencipta mrk, menciptakan alam sekitar mrk, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan bhn-bhn keperluan hidup mrk, mencipta binatang-binatang yang memberi manfaat dan berguna bagi mrk dan dengan demikian memberi kepada mrk kenikmatan dan kemewahan hidup dan kebahagiaan lahir dan batin.Tuhan Yang Esa itulah yang harus mrk sembah dan bukan patung-patung yang mrk pahat sendiri dari batu-batu gunung yang tidak berkuasa memberi sesuatu kepada mrk atau melindungi mrk dari ketakutan dan bahaya.
Nabi Saleh memperingatkan mrk bahwa ia adlah seorang drp mrk, terjalin antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. Mrk adalah kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan sesuku dengan mrk.Ia mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mrk dan sesekali tidak akan menjerumuskan mrk ke dalam hal-hal yang akan membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi mrk. Ia menerangkan kepada mrk bahwa ianya adalah pesuruh dan utusan Allah, dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mrk adalah amanat Allah yang harus dia sampaikan kepada mrk untuk kebaikan mrk semasa hidup mrk dan sesudah mrk mati di akhirat kelak. Ia mengharapkan kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan sungguh-sungguh apa yang ia serukan dan anjurkan dan agar mrk segera meninggalkan persembahan kepada berhala-berhala itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha Esa seraya bertaubat dan mohon ampun kepada-Nya atas dosa dan perbuatan syirik yang selama ini telah mrk lakukan.Allah maha dekat kepada mrk mendengarkan doa mrk dan memberi ampun kepada yang salah bila dimintanya.
Terperanjatlah kaum Saleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mrk merupakan hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mrk sendiri.Maka serentak ditolaklah ajakan Nabi Saleh itu seraya berkata mereka kepadanya:”Wahai Saleh! Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua pertimbangan mu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau sebetulnya untuk memimpinkami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang gelap bagi kami dan menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi krisis dan kesusahan.Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tatacara hidup kami. Apakah yang engkau serukan kepada kami? Enkau menghendaki agar kami meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebahagian hidup kami sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk selama-lamanya.Kami sesekali tidak akan meninggalkannya karena seruanmu dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu. Kami tidak mempercayai cakap-cakap kosongmu bahkan meragukan kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mrk dan mengikuti jejakmu.”
Nabi Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengurniai mrk rezeki yang luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mrk kisah kaum-kaum yang mendapat seksa dan azab dari Allah karena menentang rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dpt terjadi di atas mrk jika mrk tidak mahu menerima dakwahnya dan mendengar nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar mrk dan yang tidak mengharapkan atau menuntut upah drp mrk atas usahanya itu. Ia hanya menyampaikan amanat Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allahlah yang akan memberinya upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan kepada mrk.
Sekelompok kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakkannya terdiri dari orang-orang yang kedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman kepadanya sedangkan sebahagian yang terbesar terutamanya mrk yang tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tetap berkeras kepala dan menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Saleh dan mengingkari kenabiannya dan berkata kepadanya:” Wahai Saleh! Kami kira bahwa engkau telah kerasukan syaitan dan terkena sihir.Engkau telah menjadi sinting dan menderita sakit gila. Akalmu sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau sehingga engkau dengan tidak sedar telah mengeluarkan kata-kata ucapan yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri tidak memahaminya. Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu sebagai nabi dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu drp kami semua sehingga engkau dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih patut dan lebih cekap untuk menjadi nabi atau rasul drp engkau. Tujuanmu dengan bercakap kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi kaummu.Jika engkau merasa bahwa engkau sihat badan dan sihat fikiran dan mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah dan tujuan yang terselubung dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu menyiarkan agama barumu dengan mencerca persembahan kami dan nenek moyangmu sendiri.Kami tidak akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang tua kami lebih dahulu.
Nabi Saleh menjawab: ” Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mengharapkan sesuatu apapun drpmu sebagai imbalan atas usahaku memberi tuntunandan penerangan kepada kamu. Aku tidak mengharapkan upah atau mendambakan pangkat dan kedudukan bagi usahaku ini yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan drp-Nya kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk itu. Dan bagaimana aku dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanat Tuhan kepadaku, padahal aku talah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran dakwahku.Jgnlah sesekali kamu harapkan bahawa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk melanjutkan persembahan nenek moyang kami yang bathil itu. Siapakah yang akan melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian? Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan seruanmu itu.”
Setelah gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya ia bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutinya dan berpihak kepadanya para pemimpin dan pemuka kaum Tsamud berusaha hendak membendung arus dakwahnya yang makin lama makin mendpt perhatian terutama dari kalangan bawahan menengah dalam masyarakat. Mrk menentang Nabi Saleh dan untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang berada di luar kekuasaan manusia.
Allah Memberi Mukjizat Kepada Nabi Saleh A.S.
Nabi Saleh sedar bahawa tentangan kaumnya yang menuntut bukti drpnya berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mrk. Nabi Saleh membalas tentangan mrk dengan menuntut janji dengan mrk bila ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mrk minta bahwa mrk akan meninggalkan agama dan persembahan mrk dan akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman kepadanya.
Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tentangan kaumnya yang masih berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdpt di sisi sebuah bukit yang mereka tunjuk.
Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina.
Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mrk:” Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah ia mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah ia mempunyai giliran untuk mendptkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendptkan minum bagimu dan bagi ternakanmu juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu sampai mengganggu binatang ini.”
Kemudian berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendpt gangguan. Dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi yyang diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Saleh itu datang minum tiada seekor binatang lain berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa adanya unta Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan laksana duri yang melintang di dalam kerongkong.
Dengan berhasilnya Nabi Saleh mendtgkan mukjizat yang mrk tuntut gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pegaruh Nabi Saleh bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilang banyak keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mrk pemilik-pemilik ternakan yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mrk serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.
Unta Nabi Saleh Dibunuh
Persekongkolan diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan pembunuhan unta Nabi Saleh. Dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab yang diancam oleh Nabi Saleh bila untanya diganggu di samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi mrk, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan yang kaya raya menawarkan akan menyerah dirinya kepada siapa yang dpt membunuh unta Saleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang berhasil membunuh unta itu.
Dua macam hadiah yyang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda’ bin Muharrij dan Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Saleh telah mati dibunuh.
Dengan bantuan tujuh orang lelaki lagi bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya di lalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi tempat ianya minum. Dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda’ yang disusul oleh Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.
Dengan perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh yang mendpt sambutan sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mrk kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gilang gemilang.
Berkata mrk kepada Nabi Saleh:” Wahai Saleh! Untamu telah amti dibunuh, cubalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orang-orang yang terlalu benar dalam kata-katanya.”
Nabi Saleh menjawab:” Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah talah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu.Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya.Janji Allah tidak akan meleset .Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan taqdir-Nya yang tidak dpt ditunda atau dihalang.”
Ada kemungkinan menurut sementara ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya Nabi Saleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan, kalau-kalau mrk sedar akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta beriman kepada Nabi Saleh kepada risalahnya.
Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Saleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
Turunnya Azab Allah Yang Dijanjikan
Nabi Saleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas mrk akan didahului dengan tanda-tanda, iaitu pada hari pertama bila mrk terbangun dari tidurnya akan menemui wajah mrk menjadi kuning dan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih.
Mendebgar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya kelompok sembilan orang ialah kelompok pembunuh unta merancang pembunuhan atas diri Nabu Saleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu.Mrk mengadakan pertemuan rahsia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Saleh, jika diketahui identiti mrk sebagai pembunuhnya. Rancangan mrk ini dirahsiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapa pun kecuali kesembilan orang itu sendiri.
Ketika mrk datang ke tempat Nabi Saleh bagi melaksanakan rancangan jahatnya di malam yang gelap-gulita dan sunyi-senyap berjatuhanlah di atas kepala mereka batu-batu besar yang tidak diketahui dari arah mana datangnya dan yang seketika merebahkan mrk di atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindingi rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir.
Satu hari sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah berangkatlah Nabi Saleh bersama para mukminin pengikutnya menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestin, meninggalkan Hijir dan penghuninya, kaum Tsamud habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.
Kisah Nabi Saleh Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Saleh diceritakan oleh 72 ayat dalam 11 surah di antaranya surah Al-A’raaf, ayat 73 hingga 79 , surah ” Hud ” ayat 61 sehingga ayat 68 dan surah ” Al-Qamar ” ayat 23 sehingga ayat 32.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Saleh A.S.
Pengajaran yang menonjol yang dpt dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga masyarakat dpt berakibat negatif yang membinasakan masyarakat itu seluruhnya.
Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur dan bahkan tersapu bersih dari atas bumi karena dosa dan pelanggaran perintah Allah yang dilakukan oleh beberapa gelintir orang pembunuh unta Nabi Saleh A.S.
Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar makruf nahi mungkar. Karena dengan melakukan tugas amar makruf nahi mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan lindungan kita ,kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau merestui perbuatan mungkar itu
Bersikap pasif acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap perbuatan mungkar itu.
READ MORE - Kisah Nabi Saleh A.S

Ummu Kultsum

Beliau adl seorang wanita yg padat tubuhnya cantik wajahnya dan lebar kedua pipinya. Rasulullah saw memberikan nama utk beliau Ummu Kultsum. Beliau dilahirkan setelah kakaknya yg bernama Ruqayyah. Keduanya sama besar dan sangat mirip dan saling mengasihi sehingga seolah-olah mereka berdua kembar. Sebagaimana yg telah dijelaskan pada profil Ruqayyah dalam edisi sebelum ini maka tatkala Ummu Kultsum diceraikan oleh Utaibah tinggallah beliau bersama adiknya Fatimah di rumah ayahnya Muhammad saw di Mekah sambil ikut membantu ibunya yakni Khadijah Ummul Mukminin yg menghadapi beratnya kehidupan dan ikut meringankan gangguan orang-orang musyrik yg ditujukan kepada kedua orang tuanya. Hingga sampai puncak kebodohannya orang-orang Quraisy memutuskan utk memboikot kaum muslimin dan Bani Hasyim. Pemboikotannya ketika itu berupa menghalangi mereka dari berbagai keperluan menggencet ekonomi dan kemasyarakatan. Maka Ummu Kultsum dan keluarganya termasuk orang yg mengalami sempit dan susahnya hidup akibat pemboikotan tersebut. Hal tersebut berlangsung sampai tiga tahun lamanya. Pada saat itu Ummu Kultsum ra memiliki tanggung jawab yg paling besar krn ibunya Khadijah ra menderita sakit akibat pemboikotan tersebut. Beliau hanya bisa berbaring di tempat krn sakit parah. Ditambah lagi adiknya Fatimah az-Zahra’ masih butuh penjagaan dan bantuannya. Setelah kaum muslimin keluar dari ujian pemboikotan bertambahlah ujian yg menimpa mereka dan bertambah kuat pula tekad mereka dgn adanya cobaan tersebut. Di rumah Nabi saw Ummul Mukminin Khadijah ra sedang menghembuskan nafas yg terakhir sedang ketiga putrinya Zainab Ummu Kultsum dan Fatimah mengelilingi beliau. Begitu pula suami tercinta Muhammad saw duduk di sampingnya ikut meringankan sakaratul maut dan memberi kabar gembira kepada istrinya dgn keni’matan akhirat yg telah Allah janjikan utk dirinya. Pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 setelah bi’tsah berangkatlah ruh yg suci menghadap Allah SWT sehingga Ummu Kultsum menjadi orang yg bertanggung jawab mengurus rumah tangga Nubuwwah yg suci. Setelah orang-orang Quraisy merasa gagal utk mencegah beliau saw melalui bidang politik dan kemasyarakatan mereka memutuskan utk melenyapkan Nabi saw. Akan tetapi Allah telah memberitahukan kepada beliau tentang rahasia musuh dan memerintahkan kepada beliau agar hijrah ke Yatsrib . Kaum muslimin hijrah menuju tempat yg memiliki izzah dan pembela begitu pula Rasulullah saw. Ketika beliau hijrah ditemani oleh Abu Bakar as-Shiddiq sedangkan Ummu Kultsum dan Fatimah tetap tinggal di Mekah sampai akhirnya Rasulullah mengirimkan utusan yakni Zaid bin Haritsah utk menjemput mereka berdua menuju Yatsrib. Setelah dua tahun Rasulullah saw tinggal di Madinah Ummu Kultsum menyaksikan kembalinya Nabi dari perang Badar dgn membawa kemenangan. Namun beliau juga menyaksikan wafatnya saudarinya yg mirip dengannya yakni Ruqayyah istri Utsman bin Affan krn sakit yg dideritanya. Bersamaan dgn permulaan tahun ketiga Hijriyah Ummu Kultsum sering melihat Utsman bin Affan bolak-balik menemui ayahnya utk mencari jalan keluar yg dapat menghibur dirinya setelah kehilangan istri yg sangat berarti bagi dirinya. Pada saat yg sama Umar bin Khaththab ra menemui Rasulullah saw utk mengadu dan tampak marah atas sikap Abu Bakar dan Utsman yg menolak tatkala Umar menawarkan kepada mereka agar mereka mau menikahi putrinya yaitu Hafshah. Ketika itu Ummu Kultsum mendengar ayahnya saw bersabda kepada Umar dgn lemah lembut “Hafshah akan dinikahi oleh orang yg lbh baik daripada Utsman dan Utsman akan menikah dgn wanita yg lbh baik daripada Hafshah.” Maka berdebar-debarlah hati Ummu Kultsum krn dgn kecerdasannya beliau bisa menangkap maksud ayahnya bahwa dia akan dinikahkan dgn Utsman sebab siapa lagi yg lbh baik daripada Hafshah binti Umar selain putri Nabi saw? Ketika Ummu Kultsum mengenang saat-saat bersama saudari dekatnya Ruqayyah tiba-tiba Rasulullah saw memanggil beliau utk menyampaikan kabar. Kemudian dilakukanlah akad nikah antara Ummu Kultsum dgn Utsman bin Affan ra. Pada hari itu pula Utsman dijuluki “Dzun Nuurain” sebab belum pernah ada seorang pun yg dinikahkan dgn dua putri Nabi selain dirinya. Berpindahlah Ummu Kultsum ke rumah suaminya dan beliau hidup bersamanya selama enam tahun. Beliau menyaksikan Islam sampai pada puncak kejayaan. Beliau juga menyaksikan ayahnya saw keluar dari peperangan demi peperangan utk menguatkan Islam dan menjadikan Islam jaya. Adapun suaminya “Dzun Nuurain” bersama dgn para sahabatnya berjihad dgn harta dan jiwa. Ummu Kultsum juga menyaksikan “Yaumun Nashr al-Akbar” yakni hari dibukanya kota Mekah sehingga timbullah keinginan hati beliau utk dapat mengunjungi kubur ibunya hanya saja wafat telah mendahuluinya pada bulan Sya’ban tahun 9 Hijriyyah. Maka Rasulullah saw menguburkan beliau di samping saudari dekat yg dicintainya yakni Ruqayyah. Semoga Allah merahmati Ummu Kultsum yg ikut andil besar dalam menanggung beban dakwah di jalan Allah beliau telah merasakan dan mengalami masa yg penuh dgn penderitaan dan posisi dakwah yg paling sulit serta kerasnya hari-hari berjihad. Sumber Nisaa’ Haular Rasuuli Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Mushthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
READ MORE - Ummu Kultsum

Memanfaatkan Usia

Di antara karunia Allah yang 3 paling berharga bagi manusia adalah usia, waktu, dan kesempatan hidup. Dengan ketiga hal itu manusia bisa berkarya, mengukir prestasi, beribadah, dan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Jika orang Barat berkata bahwa waktu adalah uang (time is money), lalu bangsa Arab mengibaratkan waktu laksana pedang yang jika tidak ditebas ia akan menebas, Islam mengajarkan waktu adalah kehidupan. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan kehidupan.
Sumpah Allah dengan keseluruhan waktu menjadi petunjuk atas hal itu. Dalam Al-Quran Allah bersumpah dengan waktu fajar, Subuh, dhuha, siang, asar, dan malam. Di samping untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, sumpah Allah dengan waktu merupakan isyarat agar manusia mempergunakan waktu yang dimiliki secara optimal.
Allah berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, nasihat-menasihati dengan kebenaran, serta nasihat-menasihati dalam kesabaran ” (QS. Al-Ashr [103]: 1-3).
Ketika Rasulullah SAW ditanya, “Siapa manusia terbaik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang usianya dan baik amalnya.” Beliau kembali ditanya, “Lalu siapa manusia terburuk?” Jawab Rasul, “Orang yang panjang usianya tetapi jelek amalnya.” (HR at-Tirmidzi).
Karena itu, generasi saleh terdahulu begitu menghargai waktu. Usia singkat yang Allah karuniakan pada mereka benar-benar dimanfaatkan untuk amal-amal positif,  hingga melahirkan banyak karya yang monumental.
Misalnya, sahabat yang bernama Sa’ad ibn Mu’adz. la masuk Islam pada usia 30 tahun dan meninggal pada usia 37 tahun. “Singgasana Tuhan berguncang karena kematian Sa’ad ibn Mu’adz,” begitu komentar Rasulullah atas kematian Sa’ad. Meski hanya tujuh tahun bersama Islam, ia telah memberikan kontribusi besar dalam jihad dan dakwah Islam.
Contoh lainnya, Imam Nawawi yang berusia tidak lebih dari 40 tahun, tetapi berhasil menulis sekitar 500 buku. Salah satunya kitab Riyadhus Shalihin yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Lewat karya-karya dan jasa yang ditorehkan itu, hidup mereka membentang hingga akhir zaman, jauh melampaui usia biologisnya.
Mereka itulah teladan umat yang mampu meresapi keluhuran ajaran Nabi SAW dalam sabdanya, “Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat nanti sehingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa dipergunakan, hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan, serta ilmunya dalam hal apa ia amalkan.” (Hadis Shahih Riwayat At Tirmidzi dan Ad Darimi).
READ MORE - Memanfaatkan Usia

Tangisan Seorang Pemimpin Yang Takut Pada Alloh

UMAR bin ABDUL AZIZ, Dia seorang hafizh, mujtahid, sangat mendalam ilmunya, zuhud,ahli ibadah dan sosok pemimpin kaum Muslimin yang sejati. Dia juga disebut Abu Hafsh,dari suku Quraisy,Bani Umayyah.

Istrinya, Fathimah pernah berkata, “ Dikalangan kaum laki-laki memang ada yang shalat dan puasanya lebih banyak dari Umar. Tetapi aku tidak melihat seorangpun yang lebih banyak ketakutannya kepada Allah daripada Umar, jika masuk rumah ia langsung menuju tempat shalatnya, bersimpuh dan menangis sambil berdoa kepada Alloh hingga tertidur. Kemudian dia bangun dan berbuat seperti itu sepanjang malam.”

Takkala menyampaikan khutbah terakhirnya, Umar bin Abdul Aziz naik keatas mimbar, memuji Alloh, lalu berkata, “ Sesungguhnya ditanganmu kini tergenggam harta orang-orang yang binasa. Orang-orang yang hidup pada generasi mendatang akan meninggalkannya , seperti yang telah dilakukan oleh generasi yang terdahulu. Tidakkah kamu ketahui bahwa siang dan malam kamu sekalian mengarak jasad yang siap menghadap Allah, lalu kamu membujurkannya di dalam rekahan bumi, tanpa tikar tanpa bantal, lalu kamu menimbunnya dalam kegelapan bumi ?. Jasad itu telah meninggalkan harta dan kekasih-kekasihnya. Dia terbujur dikolong bumi, siap menghadap hisab. Dia tak mampu berbuat apa-apa menghadapi keadaan sekitarnya dan tidak lagi membutuhkan semua yang ditinggalkannnya. Demi Allah, kusampaikanhal ini kepadamu sekalian, karena aku tidak tahu apa yang terbatik didalam hati seorang seperti yang kuketahui pada diriku sendiri “

Selanjutnya Umar bin Abdul Aziz menarik ujung bajunya, menyeka air mata, lalu turun dari mimbar. Sejak itu dia tidak keluar rumah lagi kecuali setelah jasadnya sudah membeku.

Diriwayatkan dari Abdus-Salam, mantan budak Maslamah bin Abdul Malik, dia berkata: “ Umar bin Abdul Aziz pernah menangis, melihat ia menangis, istrinya dan semua anggota keluarganya pun ikut menangis, padahal mereka tidak tahu persis apa pasalnya mereka ikut-ikutan menangis”.

Setelah suasana reda, Fathimah, istrinya bertanya: “Demi ayahku sebagai jaminan, wahai Amirul Mukminin, apa yang membuat engkau menangis? “ .Umar bin Abdul aziz menjawab, “ Wahai fathimah, aku ingat akan persimpangan jalan manusia takkala berada di hadapan Alloh, bagaimana sebagian diantara mereka berada di sorga dan sebagian lain berada di neraka
READ MORE - Tangisan Seorang Pemimpin Yang Takut Pada Alloh

Kisah Sahabat Rasulullah saw

Jika kita membaca kisah-kisah akan tindakan dan perbuatan para sahabat Rasulullah saw, maka kita akan menemukan banyak sekali perbuatan mereka yang mencerminkan ketaatan para sahabat kepada Allah SWT dan RasulNya. Bahkan, mereka tidak berpikir dua kali untuk mentaati perintah tersebut, meskipun harus mengorbankan harta, atau bahkan nyawanya sekalipun. Bandingkan dengan kita sekarang ini. Kita sering memikirkan untung ruginya saat harus mengeluarkan sedikit harta kita di jalan Allah SWT.



Beberapa kisah berikut ini dapat kita jadikan renungan dan teladan dalam membelanjakan harta kita di jalan Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an:
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللّهَ قَرْضاً حَسَناً فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافاً كَثِيرَةً وَاللّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS Al Baqarah: 245)
Suatu ketika Rasulullah saw. membacakan ayat itu kepada para sahabat. Tiba-tiba Abu Dahdah r.a. berdiri. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, benarkah Allah meminta pinjaman kepada kita?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, benar.” Abu Dahdah kembali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Dia akan mengembalikannya kepadaku dengan pengembalian yang berlipat-lipat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, benar.”
“Wahai Rasulullah, ulurkanlah kedua tangan Anda,” pinta Abu Dahdah r.a. tiba-tiba. Rasulullah saw. balik bertanya, “Untuk apa?” Lalu Abu Dahdah menjelaskan, “Aku memiliki kebun, dan tidak ada seorang pn yang memiliki kebun yang menyamai kebunku. Kebun itu akan aku pinjamkan kepada Allah.” “Engkau pasti akan mendapatkan tujuh ratus lipat kebun yang serupa, wahai Abu Dahdah,” kata Rasulullah saw.
Abu Dahdah mengucapkan takbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” Lantas ia segera pergi ke kebunnya. Ia mendapati istri dan anaknya sedang berada di dalam kebun itu. Saat itu anaknya sedang memegang sebutir kurma yang sedang dimakannya.
“Wahai Ummu Dahdah, wahai Ummu Dahdah! Keluarlah dari kebun itu. Cepat. Karena kita telah meminjamkan kebun itu kepada Allah!” teriak Abu Dahdah.
Istrinya paham betul maksud perkataan suaminya. Maklum, ia seorang muslimah yang dididik langsung oleh Rasulullah saw. Segera ia beranjak dari posisinya. Ia keluarkan kurma yang ada di dalam mulut anaknya. “Muntahkan, muntahkan. Karena kebun ini sudah menjadi milik Allah swt. Ladang ini sudah menjadi milik Allah swt.,” ujarnya kepada sang anak.
Subhanallah! Begitulah Ummu Dahdah, seorang wanita yang begitu yakin rezeki datang dari Allah swt. dan bersuamikan seorang sahabat Nabi yang begitu yakin akan janji Allah swt. Kalau saja para suami zaman ini punya istri seperti Ummu Dahdah, pasti mereka akan mudah saja berinfak tanpa berpikir dua kali. Kalau saja para istri zaman sekarang punya suami model Abu Dahdah, pasti mereka akan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT.
Suatu hari Amiril Mukminin Umar bin Khaththab r.a. dikirimi harta yang banyak. Beliau memanggil salah seorang pembatu yang berada di dekatnya. “Ambillah harta ini dan pergilah ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu berikan uang tersebut. Setelah itu berhentilah sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang ia lakukan dengan harta tersebut,” begitu perintah Umar kepadanya.
Rupanya Umar ingin melihat bagaimana Abu Ubaidah menggunakan hartanya. Ketika pembantu Umar sampai di rumah Abu Ubadah, ia berkata, “Amirul Mukminin mengirimkan harta ini untuk Anda, dan beliau juga berpesan kepada Anda, ‘Silakan pergunakan harta ini untuk memenuhi kebutuhan hidup apa saja yang Anda kehendaki’.”
Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah mengaruniainya keselamatan dan kasih sayang. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat.” Kemudian ia berdiri dan memanggil hamba sahaya wanitanya. “Kemarilah. Bantu aku membagi-bagikan harta ini!.” Lalu mereka mulai membagi-bagikan harta pemberian Umar itu kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan dari kaum muslimin, sampai seluruh harta ini habis diinfakkan.
Pembantu Umar pun kembali pulang. Umar pun memberinya uang sebesar empat ratus dirham seraya berkata, “Berikan harta ini kepada Muadz bin Jabal!” Umar ingin melihat apa yang dilakukan Muadz dengan harta itu. Maka, berangkatlah si pembantu menuju rumah Muadz bin Jabal dan berhenti sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang dilakukan Muadz terhadap harta tersebut.
Muadz memanggil hamba sahayanya. “Kemarilah, bantu aku membagi-bagikan harta ini!” Lalu Muadz pun membagi-bagikan hartanya kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan dari kalangan kaum muslimin hingga harta itu habis sama sekali di bagi-bagikan. Ketika itu istri Muadz melihat dari dalam rumah, lalu berkata, “Demi Allah, aku juga miskin.” Muadz berkata, “Ambillah dua dirham saja.”
Pembantu Umar pun pulang. Untuk ketiga kalinya Umar memberi empat ribu dirham, lalu berkata, “Pergilah ke tempat Saad bin Abi Waqqash!” Ternyata Saad pun melakukan apa yang dilakukan oleh dua sahabat sebelumnya. Pulanglah sang pembantu kepada Umar. Kemudian Umar menangis dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah.”
Begitulah para sahabat ketika mendapat harta. Tidak sampai sehari harta itu diinfakkan dengan begitu ringannya.
Suatu hari Thalhah bin Ubaidillah r.a. pulang ke rumah dengan membawa uang sebanyak seratus ribu dirham. Istrinya mendapati raut wajah Thalhah begitu bersedih.
Sang istri bertanya, “Apa yang terjadi padamu, wahai suamiku?” Thalhah menjawab, “Harta yang banyak ini, aku takut jika bertemu dengan Allah, lalu aku ditanya tentang dirham ini satu per satu.”
Istrinya lalu berkata, “Ini masalah yang sangat mudah. Mari kita bagi-bagikan harta ini. Bawalah harta ini dan bagikan kepada para fakir miskin yang ada di Kota Madinah.”
Thalhah pun bersama istrinya meletakkan harta itu di sebuah wadah, lalu membagi-bagikan kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Setelah itu ia kembali ke rumah dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diriku bertemu dengan-Nya sedangkan aku dalam keadaan bersih dan suci.”
Subhanallah……….
Begitu mudahnya mereka melepaskan harta yang dimilikinya untuk dibelanjakan di jalan Allah SWT. Tidak sedikitpun para sahabat ini mementingkan kehidupan dunia mereka. Justru sebaliknya, mereka seperti berlomba-lomba menyedekahkan hartanya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di akhirat kelak.
Mampu kah (atau lebih tepatnya MAUKAH) kita meneladani apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw diatas? Semoga saja…………

Wallahu a’lam
READ MORE - Kisah Sahabat Rasulullah saw

Khaulah, Wanita Yang Aduannya Terdengar Sampai Langit Ke Tujuh

Beliau adalah Khaulah binti Tsa`labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa`labah Ghanam bin Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan pandai. Beliau dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit r.a yang beliau menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh perperangan yang disertai Rasulullah saw.

Dengan Aus inilah beliau melahirkan anak laki-laki yang bernama Rabi`. Khaulah binti Tsa`labah mendapati suaminya Aus bin Shamit dalam masalah yang membuat Aus marah, dia berkata, "Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku." Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-orang beberapa lama lalu dia masuk dan menginginkan Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam.

Khaulah berkata, "Tidak…jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkankan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita. Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah saw, lalu dia duduk di hadapan beliau dan menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya. Keperluannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan nabi tentang urusan tersebut.

Rasulullah saw bersabda, "Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut. aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya." Wanita mukminah ini mengulangi perkatannya dan menjelaskan kepada Rasulullah saw apa yang menimpa dirinya dan anaknya jika dia harus cerai dengan suaminya, namun rasulullah saw tetap menjawab, "Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya".

Sesudah itu wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Pada kedua matanya nampak meneteskan air mata dan semacam ada penyesalan, maka beliau menghadap kepada Yang tiada akan rugi siapapun yang berdoa kepada-Nya. Beliau berdoa, "Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku".
Alangkah bagusnya seorang wanita mukminah semacam Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah saw dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah dan mengadu tidak ditujukan melainkan untuk Allah Ta`ala. Ini adalah bukti kejernihan iman dan tauhidnya yang telah dipelajari oleh para sahabat kepada Rasulullah saw. Tiada henti-hentinya wanita ini berdo`a sehingga suatu ketika Rasulullah saw pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan tatkala menerima wahyu.

Kemudian setelah Rasulullah saw sadar kembali, beliau bersabda, "Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan al-Qur`an tentang dirimu dan suamimu kemudian beliau membaca firman-Nya (artinya), "Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. sampai firman Allah: "dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih."(Al-Mujadalah:1-4) Kemudian Rasulullah saw menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) Zhihar:

Nabi : Perintahkan kepadanya (suami Khansa`) untuk memerdekan seorang budak.
Khaulah : Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.
Nabi : Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut.
Khaulah : Demi Allah dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.
Nabi : Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.
Khaulah : Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.
Nabi : Aku bantu dengan separuhnya.
Khaulah : Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.
Nabi : Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik."

Maka Khaulah pun melaksanakannya. Inilah kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada pemimpin anak Adam a.s yang mengandung banyak pelajaran di dalamnya dan banyak hal yang menjadikan seorang wanita yang mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bangga dan perasaan mulia dan besar perhatian Islam terhadapnya.

Ummul mukminin Aisyah ra berkata tentang hal ini, "Segala puji bagi Allah yang Maha luas pendengaran-Nya terhadap semua suara, telah datang seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada Rasulullah saw, dia berbincang-bincang dengan Rasulullah saw sementara aku berada di samping rumah dan tidak mendengar apa yang dia katakan, maka kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, "Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah…" (Al-Mujadalah: 1)

Inilah wanita mukminah yang dididik oleh Islam yang menghentikan Khalifah Umar bin Khaththab r.a saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Beliau berkata, "Wahai Umar aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukazh engkau mengembala kambing dengan tongkatmu, kemudian berlalulah hari demi hari sehingga memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu, ketahuilah barangsiapa yang takut akan siksa Allah maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barangsiapa yang takut mati maka dia kan takut kehilangan dan barangsiapa yang yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap Adzab Allah." Beliau katakan hal itu sementara Umar Amirul Mukminin berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya.

Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khaththab tidak tahan mengatakan kepada Khaulah, "Engkau telah berbicara banyak kepada Amirul Mukminin wahai wanita.!" Umar kemudian menegurnya, "Biarkan dia…tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya. "

Dalam riwayat lain Umar bin Khaththab berkata, "Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu shalat maka aku akan mengerjakan shalat kemudian kembali mendengarkannya sehingga selesai keperluannya.
READ MORE - Khaulah, Wanita Yang Aduannya Terdengar Sampai Langit Ke Tujuh

Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a.


Dialah, khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Sahabat yang lahir dalam keprihatinan dan meninggal dalam Kesunyian. 

Ali kecil adalah anak yang malang. Namun, kehadiran Muhammad SAW telah memberi seberkas pelangi baginya. Ali, tidak pernah bisa bercurah hati kepada ayahnya, Abi Thalib, selega ia bercurah hati kepada Rasulullah. Sebab, hingga akhir hayatnya pun, Abi Thalib tetap tak mampu mengucap kata syahadat tanda penyerahan hatinya kepada Allah. Ayahnya tak pernah bisa merasa betapa nikmatnya saat bersujud menyerahkan diri,kepada Allah Rabb semesta sekalian alam.

Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput iman begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, ia kemudian bertekad kuat untuk tak mengulang kejadian ini buat kedua kali. Ia ingin, saat dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tak lagi menangisi ayahnya seperti tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak cuma dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tak mampu ia lindungi nanti...di hari akhir,karena ketiaadaan iman di dalam dadanya.

Betul-betul pahit, padahal Ali tahu bahwa ayahnya sangatlah mencintai dirinya dan Rasulullah. Saat ayahnya, buat pertama kali memergoki dirinya sholat berjamaah bersama Rasulullah, ia telah menyatakan dukungannya. Abi Thalib berkata, ""Janganlah kau berpisah darinya (Rasulullah), karena ia tidak mengajakmu kecuali kepada kebaikan".

Sejak masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia Rasulullah. Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada kesetiaannya. Ia telah hadir bersama Rasulullah sejak awal dan baru berakhir saat Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada. Ali adalah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam berbagai peperangan genting, saat diri Rasulullah terancam.

Kecintaan Ali pada Rasulullah, dibalas dengan sangat manis oleh Rasulullah. Pada sebuah kesempatan ia menghadiahkan kepada Ali sebuah kalimat yang begitu melegenda, yaitu : "Ali, engkaulah saudaraku...di dunia dan di akhirat..."

Ali, adalah pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan maupun melalui tindak-tanduk beliau. "Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAWW) sebagaimana anak kecil selalu membuntuti ibunya. Setiap hari ia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulai dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang masa-masa indah bersama Rasulullah tidak lama setelah Rasulullah wafat.

Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata,"Tanpa Ali, Umar sudah lama binasa"

Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat rumahnya telah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata, jika kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah ditemani Abu Bakar seorang.

Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar, perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, beliau memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan " Yaa...ahlul Badar..."), Ali menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana badai gurun.

Perang Badar adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan pertama-tama Rasulullah menunjukkan dedikasinya terhadap apa yang disebut dengan iman. Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para sahabat. Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang gundah. Sebuah doa, semirip ultimatum, yang setelah itu tak pernah lagi diucapkan Rasulullah..."Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul...jika Engkau tak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di muka bumi ini..."

Dalam berbagai siroh, disebutkan bahwa musuh kemudian melihat jumlah pasukan muslim seakan tiada batasnya, padahal jumlah sejatinya tidaklah lebih dari 30 gelintir. Pasukan berjubah putih berkuda putih seperti turun dari langit dan bergabung bersama pasukan Rasulullah. Itulah, kemenangan pasukan iman. Dan Ali, menjadi bintang lapangannya hari itu.

Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi penyelamat karena dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam setelah satu demi satu para sahabat bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi Rasulullah yang kala itu terjepit hingga gigi RAsulullah bahkan rompal dan darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi kritis.

Perang Uhud meski pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud, Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir. Kedukaan yang tak terperi, sebab Hamzah-lah yang selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat. Buah manisnya adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid, panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga akhir hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar terhadap kemenangan dan perkembangan Islam.

Bagi Ali sendiri, perang Uhud makin menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Sebab di perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka ayahnya, juga Ali, berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah.

Juga di perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang pertama yang sifatnya psyco-war. Ali kembali menjadi pahlawan, setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan debu pasir dan dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu. Rasulullah SAW bahkan bersabda: “Manifestasi seluruh iman sedang berhadapan dengan manifestasi seluruh kekufuran”.

Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali menyudahinya dengan kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini, membuat Rasulullah SAW pada sebuah kesempatan : “Peperangan Ali dengan ‘Amr lebih utama dari amalan umatku hingga hari kiamat kelak”.

Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang TAbuk. Kehadiran Ali di Mekkah, meski seorang diri, telah berhasil memporakporandakan rencana buruk itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah mereka.

Perubahan drastis ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Ia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali benar-benar terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah, "jika aku ini adalah kota ilmu, maka Ali adalah pintu gerbangnya". Dari ahli pedang menjadi ahli kalam (pena). Ali begitu tenggelam didalamnya, hingga kemudian ia 'terbangun' kembali ke gelanggang untuk menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.


Kenangan Bersama Fatimah Az-Zahra
Sejatinya, sosok Fatimah telah lama ada di hati Ali. Ali-lah yang mengantarkan Fatimah kecil meninggalkan Mekkah menyusul ayahnya yang telah dulu hijrah. Ali pula yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa Fatimah menangis tersedu-sedu setiap kali Rasulullah dizhalimi. Ali bisa merasakan betapa pedihnya hati fatimah saat ia membersihkan kotoran kambing dari punggung ayahnya yang sedang sholat, yang dilemparkan dengan penuh kebencian oleh orang-orang kafir quraisy.

Bagi Fatimah, sosok rasulullah, ayahnya, adalah sosok yang paling dirindukannya. Meski hati sedih bukan kepalang, duka tak berujung suka, begitu melihat wajah ayahnya, semua sedih dan duka akan sirna seketika. Bagi Fatimah, Rasulullah adalah inspirator terbesar dalam hidupnya. Fatimah hidup dalam kesederhanaan karena Rasulullah menampakkan padanya hakikat kesederhanaan dan kebersahajaan. Fatimah belajar sabar, karena Rasulullah telah menanamkan makna kesabaran melalui deraan dan fitnah yang diterimanya di sepanjang hidupnya. Dan Ali merasakan itu semua. Karena ia tumbuh dan besar di tengah-tengah mereka berdua.

Maka, saat Rasulullah mempercayakan Fatimah pada dirinya, sebagai belahan jiwanya, sebagai teman mengarungi kehidupan, maka saat itulah hari paling bersejarah bagi dirinya. Sebab, sesunguhnya, Fatimah bagi Ali adalah seperti bunda Khodijah bagi Rasulullah. Teramatlah istimewa.

Suka duka, yang lebih banyak dukanya mereka lewati bersama. Dua hari setelah kelahiran Hasan, putra pertama mereka, Ali harus berangkat pergi ke medan perang bersama Rasulullah. Ali tidak pernah benar-benar bisa mencurahkan seluruh cintanya buat Fatimah juga anaknya. Ada mulut-mulut umat yang menganga yang juga menanti cinta sang khalifah.

Mereka berdua hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan yang sampai mengguncang langit. Penduduk langit bahkan sampai ikut menangis karenanya. Berhari-hari tak ada makanan di meja makan. Puasa tiga hari berturut-turut karena ketiadaan makanan pernah hinggap dalam kehidupan mereka. Tengoklah Ali, dia sedang menimba air di pojokkan sana, Setiap timba yang bisa angkat, dihargai dengan sebutir kurma. Hasan dan Husein bukan main riangnya mendapatkan sekerat kurma dari sang ayah.

Pun, demikian tak pernah ada keluk kesah dari mulut mereka. Bahkan, mereka masih bisa bersedekah. Rasulullah...tak mampu menahan tangisnya... saat mengetahui Fatimah memberikan satu-satunya benda berharga miliknya, seuntai kalung peninggalan sang bunda Khodijah, ketika kedatangan pengemis yang meminta belas kasihan padanya. Rasulullah, yang perkasa itu, tak mampu menyembunyikan betapa air matanya menetes satu persatu...terutama mengingat bahwa kalung itu begitu khusus maknanya bagi dirinya... dan fatimah rela melepasnya, demi menyelamatkan perut seorang pengemis yang lapar, yang bahkan tidak pula dikenalnya.

Dan lihatlah...langit tak diam. Mereka telah menyusun rencana. HIngga, melalui tangan para sahabat, kalung itu akhirnya kembali ke Fatimah. Sang pengemis, budak belaian itu bisa pulang dalam keadaan kenyang, dan punya bekal pulang, menjadi hamba yang merdeka pula. Dan yang terpenting adalah kalung itu telah kembali ke lehernya yang paling berhak...Fatimah.

Namun, waktu terus berjalan. Cinta di dunia tidaklah pernah abadi. Sebab jasad terbatasi oleh usia. Mati. Sepeninggal Rasulullah, Fatimah lebih sering berada dalam kesendirian. Ia bahkan sering sakit-sakitan. Sebuah kondisi yang sebelumnya tidak pernah terjadi saat rasulullah masih hidup. Fatimah seperti tak bisa menerima, mengapa kondisi umat begitu cepat berubah sepeninggal ayahnya. Fatimah merasa telah kehilangan sesuatu yang bernama cinta pada diri umat terhadap pemimpinnya. Dan ia semakin menderita karenanya setiap kali ia terkenang pada sosok yang dirindukannya, Rasulullah SAW.

Pada masa ketika kekalutan tengah berada di puncaknya, Fatimah teringat pada sepenggal kalimat rahasia ayahnya. Pada detik-detik kematian Rasulullah...di tengah isak tangis Fatimah...Rasulullah membisikkan sesuatu pada Fatimah, yang dengan itu telah berhasil membuat Fatimah tersenyum. Senyum yang tak bisa terbaca. Pesan Rasulullah itu sangatlah rahasia, dia hanya bisa terkatakan nanti setelah Rasulullah wafat atau saat Fatimah seperti sekarang ini...terbujur di pembaringan. Ya, Rasulullah berkata, "Sepeninggalku, ...diantara bait-ku (keluargaku), engkaulah yang pertama-tama akan menyusulku..."

Kini, Fatimah telah menunggu masa itu. Ia telah sedemikian rindu dengan ayahanda pujaan hatinya. Setelah menatap mata suaminya, dan menggenggam erat tangannya...seakan ingin berkata, "kutunggu dirimu nanti di surga...bersama ayah...", Fatimah Az-Zahro menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya... dalam deraian air mata... Ali menguburkan jasad istrinya tercinta itu...yang masih belia itu...sendiri...di tengah malam buta...Ali tidak ingin membagi perasaannya itu dengan orang lain. Mereka berdua larut dalam keheningan yang hanya mereka berdua yang tahu. Lama Ali terpekur di gundukan tanah merah yang baru saja dibuatnya. Setiap katanya adalah setiap tetes air matanya. Mengalir begitu deras. Hingga kemudian, dengan dua tangan terkepal. Ali bangkit berdiri...dan berteriak sekeras-seKerasnya sambil menghadap langit...." A L L A H U ... A K B A R".


Pertempuran Antar Sahabat
Amirul Mukminin Ali ra., kemudian berkonsentrasi membenahi kondisi umat. Terutama pada sisi administrasi pemerintahan, ekonomi dan stabilitas pertahanan. Beberapa reformasi fundamental, seperti penggantian pejabat dan pengambilan kembali harta yang pernah diberikan oleh khalifah sebelumnya (Ustman bin Affan) menyulut kontroversi. Terutama, dalam kacamata awam, Ali tak pula kunjung menyeret pelaku pembunuhan Khalifah Ustman ke pengadilan.

Yang harus dihadapi Ali tak tanggung-tanggung, sahabatnya sendiri. Sahabat yang dulu pernah berjuang bersama Rasulullah menegakkan Islam, kini berada dalam barisan yang hendak melawannya. Bahkan ada pula sahabat yang dulu membaiatnya menjadi khalifah. kini turut pula menghadangnya. Kondisi yang betul-betul pahit.

Ali tidak pandang bulu. Baginya hukum menyentuh siapa saja. Tidak ada istilah 'orang kuat' di mata Ali. BAgi beliau, "orang lemah terlihat kuat dimataku, saat aku harus berjuang keras mengembalikan hak miliknya yang terampas. Orang kuat terlihat lemah di mataku, saat aku terpaksa mengambil sesuatu darinya yang bukan menjadi haknya".

Di masa Khalifah Ali, pusat pemerintahan di pindahkan ke Kuffah. Dari sini kemudian ia mengendalikan wilayah Islam, yang saat itu telah meluas termasuk Syam. Kondisi saat itu benar-benar membutuhkan ketegasan. Sebagai khalifah terakhir dalam bingkai Khulafa Ar-rasyidin, Ali dihadapkan pada masa pelik. Dimana akar dari permasalahannya adalah makin bertambahnya Islam dari segi jumlah namun makin berkurang pula dari segi kualitas. Interest pribadi (nafs), kesukuan (nasionalisme sempit) yang dibalut atas nama agama, menjadi awal mulanya masa kemunduran Islam.

Ketidaksempurnaan informasi yang diterima bunda Aisyah di Mekkah terhadap beberapa kebijakan Khalifah Ali telah membuatnya menyerbu Kuffah. Perang Jamal (Unta), demikian sejarah mencatatnya. Sebab bunda Aiysah ra memimpin perang melawan Ali dengan menunggangi Unta. Bersama Aisyah, turut pula sahabat Zubair bin Awam dan Thalhah. Di akhir peperangan, Khalifah Ali menjelaskan semuanya, dan Asiyah dipulangkan dengan hormat ke Mekkah. Ali mengutus beberapa pasukan khusus untuk mengawal kepulangan bunda Aisyah ke Mekkah.

Berikutnya adalah Perang Shiffin. Bermula dari GUbernur Syam, Muawiyyah bin Abu Sofyan yang menyatakan penolakannya atas keputusan Ali mengganti dirinya sebagai gubernur. Kondisi serba tak taat ini membuat Ali masygul. Mereka bertemu dalam Perang Siffin. Dan di saat-saat memasuki kekalahannya, pasukan Syam kemudian mengangkat Al-Quran tinggi-tinggi dengan tombaknya, yang membuat pasukan Kufah menghentikan serangan. Dengan cara itu, kemudian dibukalah pintu dialog.

Perundingan inilah yang kemudian membawa babak baru dalam kehidupan Ali, bahkan dunia Islam hingga saat ini. Sebuah tahkim (arbitrase) yang menurut sebagian pihak membuat Ali di bagian pihak yang kalah, namun menunjukkan kemuliaan hati Ali di sisi lain. Syam mengutus Amru Bin 'Ash yang terkenal dengan negosiasinya dan Ali mengutus Abu Musa Asyari, yang terkenal dengan kejujurannya. Ali nampak betul-betul berharap terhadap perundingan ini dan menghasilkan traktat yang membawa kedamaian diantara keduanya. Namun, kelihaian mengolah kata-kata dari pihak Syam membuat arbitrase itu seperti mengukuhkan kemunduran Ali sebagai khalifah dan menggantikannya dengan Muawiyah.

Dan ini menimbulkan ketidakpuasan dari beberapa elemen di pasukan Ali. Dari sini, lahirlah para Khawarij yang kelak kemudian, bertanggung jawab terhadap kematian Khalifah Ali.

Khawarij itu, Tiga untuk Tiga... Mereka membentuk tim berisi tiga orang yang tugasnya membunuh tiga orang yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap perundingan tersebut. Abdurahman bin Muljam ditugasi untuk membunuh Ali bin Thalib, Amr bin Abi Bakar ditugasi untuk membunuh Muawiyah, dan Amir bin Bakar ditugasi untuk membunuh Amr bin Ash. Mereka kemudian gagal membunuh tokoh-tokoh ini, kecuali Abdurahman bin Muljam.

Menjelang wafatnya Khalifah Ali ra, Ali sempat bermuram durja. Sebab, penduduk Kuffah termakan propaganda dan kehilangan ketaatan kepada dirinya. Saat Ali meminta warga Kuffah untuk mempersiapkan diri menyerbu Syam, namun warga Kuffah tak terlalu menanggapi seruan itu. Ini berdampak psikologis amat berat bagi Ali. Tidak hanya sekali dua kali. tapi acapkali seruan Khalifah Ali di anggap angin lalu oleh warga Kufah.

Karena itu, Ali sempat berkata," “Aku terjebak di tengah orang-orang tidak menaati perintah dan tidak memenuhi panggilanku. Wahai kalian yang tidak mengerti kesetiaan! Untuk apa kalian menunggu? Mengapa kalian tidak melakukan tindakan apapun untuk membela agama Allah? Mana agama yang kalian yakini dan mana kecemburuan yang bisa membangkitkan amarah kalian?”

Pada kesempatan yang lain beliau juga berkata, “Wahai umat yang jika aku perintah tidak menggubris perintahku, dan jika aku panggil tidak menjawab panggilanku! Kalian adalah orang-orang yang kebingungan kala mendapat kesempatan dan lemah ketika diserang. Jika sekelompok orang datang dengan pemimpinnya, kalian cerca mereka, dan jika terpaksa melakukan pekerjaan berat, kalian menyerah. Aku tidak lagi merasa nyaman berada di tengah-tengah kalian. Jika bersama kalian, aku merasa sebatang kara.”

"Jika bersama kalian, aku merasa sebatang kara". Pernyataan pedih mewakili hati yang pedih. Dalam kehidupan kekinian, mungkin bertebaran di tengah-tengah kita pemimpin-pemimpin baru atau anak-anak muda berjiwa pembaharu yang dalam hatinya sama dengan dalamnya hati Ali ra saat mengucapkan kalimat itu. Mereka menawarkan jalan cerah tapi, kita umatnya memilih kegelapan yang nampak menyilaukan. Kita abai terhadap ajakan mereka, dan malah mungkin memusuhinya...mengisolasinya. Ahhh...semoga kita terhindar dari kelakuan keji itu...

Usaha Khalifah Ali ra untuk menyusun kembali peta kekuatan Islam sebenarnya telah diambang keberhasilan. Satu demi satu yang dulunya tercerai berai telah kembali berikrar setia pada beliau. Namun , Allah berkehendak lain, setelah berjuang keras sekitar 5 tahun menjaga amanah kepemimpinan umat, dan setelah melewati berbagai fitnah dan deraan, Khalifah Ali menyusul kekasih hatinya, Rasulullah SAW dan FAtimah Az-Zahra menghadap Sang Pencipta, Allah SWT.

Hari itu, tanggal 19 ramadhan tahun 40 H, saat beliau mengangkat kepala dari sujudnya, sebilah pedang beracun terayun dan mendarat tepat di atas dahinya. Darah mengucur deras membahasi mihrab masjid. “Fuztu wa rabbil ka’bah. Demi pemilik Ka’bah, aku telah meraih kemenangan.”, sabda Ali di tengah cucuran darah yang mengalir. Dua hari setelahnya, Khalifah Ali wafat. Ia menemui kesyahidan seperti cita-citanya. Seperti istrinya, Ali juga dimakamkan diam-diam di gelap malam oleh keluarganya di luar kota Kuffah.

Di detik-detik kematiannya, bibir beliau berulang-ulang mengucapkan “Lailahaillallah” dan membaca ayat, “Faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah. Waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarah.” yang artinya, “Siapapun yang melakukan kebaikan sebiji atompun, dia akan mendapatkan balasannyanya, dan siapa saja melakukan keburukan meski sekecil biji atom, kelak dia akan mendapatkan balasannya.”

Beliau sempat pula mewasiatkan nasehat kepada keluarganya dan juga umat muslim. Di antaranya : menjalin hubungan sanak keluaga atau silaturrahim, memperhatikan anak yatim dan tetangga, mengamalkan ajaran Al-Qur’an, menegakkan shalat yang merupakan tiang agama, melaksanakan ibadah haji, puasa, jihad, zakat, memperhatikan keluarga Nabi dan hamba-hamba Allah, serta menjalankan amr maruf dan nahi munkar.

Islam telah ditinggalkan oleh satu lagi putra terbaiknya. Pengalaman heroik hidupnya telah melahirkan begitu banyak kata-kata mulia yang mungkin akan pula menjadi abadi. Ia menjadi inspirasi bagi setiap pemimpin yang ingin membawa bumi ini pada ketundukan kepada Allah SWT.

Saat ia dicerca dari banyak arah, lahirlah perkataan beliau : “Cercaan para pencerca tidak akan melemahkan semangat selama aku berada di jalan Allah”.

Saat beliau mesti menerima kenyataan pahit berperang dengan sahabatnya sendiri, dan juga mendapatkan persahabatan dari oarng yang dulunya menjadi musuh,lahirlah : "Cintailah sahabatmu biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi penentangmu pada suatu hari, dan bencilah musuhmu biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi sahabatmu pada suatu hari".

Beliau juga sangat menghormati ilmu. Tidak terkira banyaknya, kalmat bijak yang keluar dari mulutnya tentang keutamaan mencari ilmu. Ia juga menyarankan orang untuk sejenak merenungi ilmu dan hikmah-hikmah kehidupan. Kata beliau, "Renungkanlah berita yang kau dengar secara baik-baik (dan jangan hanya menjadi penukil berita), penukil ilmu sangatlah banyak dan perenungnya sangat sedikit".

Khalifah Ali ra adalah sebuah legenda. He is a legend. Dan legenda tidak akan pernah mati. Bisa jadi, saat lilin-lilin di sekitar kita mulai padam satu persatu, dan kita kehilangan panduan karenanya, maka pejamkanlah saja sekalian matamu. Hadirkan para legenda-legenda Islam itu, termasuk beliau ini, dalam benakmu dan niscaya ia akan menjadi penerang bagimu...seterang-terangnya cahaya yang pernah ada di muka bumi.
READ MORE - Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a.

Imam Hanafi, Ulama yang Berani Menolak Tawaran Penguasa

IMAM Abu Hanifah atau Imam Hanafi dikenal sebagai seorang alim dalam ilmu fikih di Iraq. Beliau seorang imam Mazhab yang besar dalam dunia Islam. Di antara empat mazhab yang terkenal, hanya ia yang bukan orang Arab, yaitu dari Persia.

Lahir di sebuah kota bernama Kufah  pada tahun 80 Hijrah,  bertepatan dengan 699 Masehi. Ketika itu pemerintahan Islam di tangan Abdul Malik bin Marwan, dari keturunan Bani Umaiyyah.

Kepandaiannya tidak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai seorang yang mengerti betul tentang ilmu fikih, ilmu tauhid, ilmu kalam, dan juga ilmu hadis. Juga pandai dalam ilmu kesusasteraan dan hikmah.

Dalam kesehariannya, ia dikenal sebagai seorang yang bertakwa dan saleh. Seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika berdoa, matanya bercucuran air mata demi mengharapkan keridaan Allah SWT.

Dia adalah seorang yang kokoh dan kuat jiwanya, selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan beribadat dan berakhlak karimah. Setiap harinya, disamping sangat rajin menunaikan kewajiban, beliau pun jarang tidur dengan pulas meski malam hari. Tiap-tiap malam yang akhir, beliau selalu shalat lail dan membaca Al-Qur'an sampai khatam.

Imam Syaqiq al Balkhi berkata: "Imam Abu Hanifah adalah seorang yang terhindar jauh dari perbuatan yang dilarang oleh agama; ia sepandai-pandai orang tentang ilmu agama dan seorang yang banyak ibadahnya kepada Allah; amat berhati-hati tentang hukum-hukum agama."

Imam Ibrahim bin Ikrimah berkata: "Di masa hidupku, belum pernah aku melihat seorang alim yang amat benci kemewahan hidup dan yang lebih banyak ibadahnya kepada Allah dan yang lebih pandai tentang urusan agama, selain Imam Abu Hanifah."

Ujian Berat

Imam Abu Hanifah terkenal berani dalam menegakan kebenaran yang telah diyakini. Berani dalam pengertian yang sebenarnya, berani yang berdasarkan bimbingan wahyu Ilahi. Beliau tak bagitu cinta terhadap kemewahan hidup, maka dari itu tak sedikit pun hatinya khawatir menderita sengsara. Karena menurutnya, sunnatulah masih berlaku bagi manusia, yaitu bahwa orang yang cinta kemewahan hidup di dunia biasanya menjadi panakut, tidak berani menegakan kebenaran yang diridai Allah.

Beliau adalah seorang yang apabila melihat kemungkaran atau maksiat, dengan seketika itu juga berusaha memusnahkannya. Sifat kelunakan segera lenyap dari hatinya, dan merah kedua matanya, kemudian bertindak keras terhadap kejahatan atau kemungkaran yang diketahuinya.

Beliau berani menolak kedudukan yang diberikan oleh kepala negara; berani menolak pangkat yang ditawarkan oleh pihak penguasa waktu itu dan tidak sagggup menerima hadiah dari pemerintah berupa apapun juga. Hingga karenanya beliau ditangkap dan ditahan dalam penjara, dipukul, didera, dan dianiaya di penjara sampai menyebabkan kematiannya. Yang demikian itu karena beliau seorang pemberani dalam menegakan kebenaran yang diyakininya.

Suatu hari Gubernur Iraq Yazid bin Amr menawarkan jabatan Qadli kepada Imam Hanafi, tetapi beliau menolaknya. Tentu saja sang Gubernur tersingggung dan kurang senang. Perasaan kurang senang itu menumbuhkan rasa curiga. Oleh sebab itu, segala gerak-gerik Imam Hanafi diamat-amati. Kemudian pada suatu hari beliau diberi ancaman hukum cambuk atau penjara manakala masih jua menolak tawaran itu. Sewaktu mendengar ancaman tersebut, Imam Hanafi menjawab: "Demi Allah, aku tidak akan menduduki jabatan yang itu, sekalipun aku sampai dibunuh karenanya."

Akibat penolakan tersebut, Imam hanafi dimasukkan penjara dan dicambuk sebanyak 110 kali. Sekalipun demikian beliau tetap bersikeras pada pendirian semula.

Ketika keluar penjara, tampak di wajahnya bengkak-bengkak bekas cambukan. Hukuman cambuk itu memang semacam hukuman yang hina. Gubernur sengaja hendak menghinakan diri beliau yang sebenarnya mulia itu.

Hukuman itu oleh Imam Hanafi disambut dengan penuh kesabaran serta dengan suara bersemangat beliau berkata: "Hukuman dunia dengan cemeti masih lebih baik dan lebih ringan bagiku tinimbang cemeti di akherat nanti."

Demikian hal ihwal Sang Imam tatkala menghadapi ujian berat pada pertama kali. Padahal beliau sudah berusia agak lanjut, kurang lebih 50 tahun.

Imam Abu Hanifah di usia itu sempat menyaksikan peralihan kekuasaan negara, dari tangan bani Umayyah ke tangan bani Abbasiyyah. Sebagai kepala negara pertama adalah Abu Abbas as Saffah. Sesudah itu digantikan oleh Abu Ja'far al Manshur, saudara muda dari Khalifah sendiri.

Pada masa pemerintahan Abu Ja'far, Imam Abu Hanifah mendapat panggilan ke Bagdad. Sesampai di istana, beliau ditunjuk dan diangkat menjadi hakim (qadhi) kerajaan di Baghdad. Waktu itu Abu Ja’far bersumpah bahwa Imam Hanafi harus menerima jabatan itu. Tawaran jabatan setinggi itu beliau tolak dan bersumpah tidak akan sanggup mengerjakannya.

Di tengah pertemuan ada seorang yang pernah menjadi santrinya dan sekarang menjadi pegawai kerajaan, tiba-tiba memberanikan diri berkata kepada beliau: "Apakah guru akan tetap menolak kehendak Baginda, padahal Baginda telah bersumpah akan memberikan kedudukan tinggi kepada guru?"

Imam Hanafi dengan tegas menjawab: "Amirul mu'minin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya dari pada saya membayar kifarat sumpah saya."

Oleh karena tetap menolak pengakatan itu, maka sebagai ganjarannya Imam Abu HAniafah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara Baghdad. Suatu hari ia dipanggil menghadap istana. Abu Ja’far berkata: "Adakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?"

Jawabnya tenang, "Semoga Allah memperbaiki Amirul Mu'minin! Wahai Amirul Mu'minin takutlah engkau kepada Allah, dan janganlah engkau bersekutu dalam kepercayaan engkau dengan orang yang tidak takut kepada Allah! Demi Allah, saya bukanlah orang yang bisa dipercaya di waktu tenang. Maka bagaimana mungkin saya menjadi orang yang bisa dipercaya di waktu marah? Sungguh saya tidak sepatutnya diberi jabatan yang sedemikian itu!"

Baginda berkata: "Kamu berdusta, karena kamu patut memegang jabatan itu!"

"Ya Amirul Mu'minin! Sesungguhnya baginda telah menetapkan sendiri (bahwa saya seorang pendusta). Jika saya benar, saya telah menyatakan bahwa saya tidak patut menjabat itu, dan jika saya berdusta, maka bagaimana Baginda akan mengangkat seorang hakim yang berdusta? Di samping itu, saya ini adalah seorang hamba yang dipandang rendah oleh bangsa Arab, dan mereka tidak akan rela diadili oleh seorang golongan hamba (maula) seperti saya ini."

Amirul mu'minin merasa tak mampu lagi membujuk dan melunakan ketegaran pendirian sang Imam. Maka ia bermaksud memangggil ibunda Imam Abu Hanifah yang waktu itu hidup pada usia sepuh. Sang Ibu diperintahkan agar berkenan membujuk anaknya agar menerima jabatan tersebut. Tetapi segala macam bujukan dan daya upaya sang Ibu selalu ditolak dengan halus dan keterangan yang sopan.

Pada suatu hari sang Ibu berkata, "Wahai Nu'man! Anakku yang kucintai! Buang dan lemparkan jauh-jauh pengetahuan yang telah engkau punyai ini, melainkan penjara, pukulan cambuk dan kalung rantai besi!"

Perkataan yang sedemikian itu, hanya dijawab oleh beliau dengan lemah lembut dan senyuman manis: "O... ibu! Jika saya menghendaki akan kemewahan hidup di dunia ini, tentu saya tidak dipukuli dan tidak dipenjarakan. Tetapi saya menghendaki akan keridaan Allah swt semata-mata, dan memelihara ilmu pengetahuan yang telah saya dapati. Saya tidak akan memalingkan pengetahuan yang selama ini saya pelihara kepada kebinasaan yang dimurkai Allah.
READ MORE - Imam Hanafi, Ulama yang Berani Menolak Tawaran Penguasa

Umar bin Khaththab Al-Faruq r.a

Umar bin Khaththab memiliki nama lengkap Umar bin Al-Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza Al-Quraisy. Postur tubuhnya yang tinggi besar serta keberanian dan watak kerasnya membuat orang-orang memanggilnya dengan Abu Hafs atau anak singa. Sedangkan, Rasulullah saw memberinya gelar Al-Faruq yang berarti pembeda antara yang hak dan batil.

Pada peristiwa Perang Badar, kemenangan besar diraih oleh umat Islam. Pasukan Quraisy dibuat takluk oleh pasukan Islam, padahal jumlah pasukan mereka lebih besar tiga kali lipat daripada pasukan Islam. Akan tetapi, berkat pertolongan Allah SWT jumlah yang sedikit dapat mengalahkan jumlah yang banyak tersebut.

Sebagian besar pasukan Quraisy menjadi tahanan perang kaum muslimin. Rasulullah saw bermusyawarah dengan para sahabat tentang penanganan yang terbaik bagi para tawanan perang.

Abu Bakar r.a berpendapat agar para tawanan perang tersebut dibebaskan dengan sejumlah uang tebusan. Menurutnya hal itu akan menaikkan citra orang muslim di hadapan kaum musyrikin Quraisy. Ujarnya, "Dengan begitu, siapa tahu mereka akan tertarik untuk masuk Islam."

Umar bin Khaththab memiliki pendapat lain. Ia menyarankan agar para tawanan itu dibunuh karena mereka adalah para pemimpin orang kafir yang memang selalu berusaha menghalangi perjuangan Islam dan memerangi kaum muslimin.

Dari dua pendapat tersebut, Rasulullah saw. cenderung mengikuti saran Abu Bakar r.a, yaitu membebaskan tawanan perang dengan sejumlah tebusan. Apalagi keputusan ini didasari firman Allah SWT, "Maka apabila kamu bertemu dengan orong-orang yang kafir (di medan perang) makapukullah batang iehermereka. Selanjutnya apabila kamu teiah mengalahkan mereka, tawanlah mereka, dan setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang selesai. Demikianlah, dan sekiranya Allah menghendaki niscaya Dia membinasakan mereka, tetapi Dia hendak menguji kamu satu sama lain. Dan orang-orang yang gugur di jalan Allah, Allah tidak menyia-nyiakan amal mereka." (QS Muhammad [47]: 4)

Bukan berarti pendapat Umar bin Khaththab tidak memiliki landasan yang kuat. Ia berpendapat bahwa izin Allah SWT untuk membebaskan tawanan perang karena mereka tidak memerangi orang-orang muslim, mereka tidak boleh dibunuh. Akan tetapi, berbeda dengan para pemimpin kafir tawanan Badar kali ini. Mereka adalah musuh Allah yang sangat berbahaya sehingga harus dibunuh.

Selanjutnya, Allah SWT pun ternyata membenarkan pendapat Umar bin Khaththab dengan diturunkan ayat, "Tidaklah pantas, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Allah Maha perkasa, Maha bijaksana. Sekiranya tidak ada ketetapan terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena (tebusan) yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS Al-Anfal [8]: 67-69)

Benarlah bahwa para tawanan Badar yang bebas kala itu menjadi musuh yang paling kuat pada peperangan Uhud yang membantai pasukan muslim karena hendak membalas kekalahan mereka pada Perang Badar.

Tentang Umar, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar." (HR Turmudzi)

Pernyataan Rasulullah saw. tersebut didasari karena beberapa pendapat Umar bin Khaththab r.a. yang sejalan dengan kehendak dalam Al-Qur'an, antara lain sebagai berikut.

1. Usulnya untuk membunuh para tawanan Perang Badar dan tidak menerima tebusan dari mereka, lalu turun ayat Al-Qur'an yang menguatkan pendapatnya.
2. Permintaannya agar istri-istri Nabi saw menggunakan hijab (penutup), kemudiam turunlah ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan hal tersebut.
3. Ia pernah melarang Rasulullah saw untuk menyalati jenazah orang munafik, lalu turunlah ayat Al-Our'an yang melarang Rasulullah menyalati jenazah mereka.
4. Pendapatnya untuk menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, kemudian turun ayat Al-Qur'an untuk menyuruh orang muslim untuk shalat di tempat tersebut.
5. Ketika istri-istri Nabi saw berkumpul karena cemburu terhadap sikap Nabi saw, ia mengatakan kepada mereka, "Jika Nabi saw menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kalian." Setelah itu, turunlah ayat dalam Surat At-Tahnm yang menegaskan hal tersebut.
READ MORE - Umar bin Khaththab Al-Faruq r.a
 
davitblog awaspinter topkabar awasgila